Perayaan Imlek dalam Pandangan Kekristenan

Baru saja perayaan Imlek kita lalui dengan segala kegembiraan dan kemeriahannya. Bagaimana kita sebagai orang kristen menyikapi perayaan Imlek tersebut ? Apakah memang boleh orang kristen merayakan Imlek ?

Untuk menjawab hal ini tentunya kita harus mengetahui latar belakang perayaan Imlek ini.

Tahun Baru Imlek atau Sin Cia sebenarnya merupakan perayaan yang dilakukan para petani di Tiongkok untuk menyambut datangnya musim semi. Jadi ini sebenarnya bukanlah hari raya agama Buddha / Konghuchu. Itulah mengapa Sin Cia disebut juga sebagai Chun Jie (Festival Musim Semi).

Penanggalan di Tiongkok diyakini diciptakan oleh Kaisar Huang Ti (2697–2597 SM), itu sebabnya perhitungan ini disebut Huangdi Era (HE). Penanggalan ini sudah digunakan saat Dinasti Xia (2205-1766 SM). Dengan demikian perhitungannya dapat dicontohkan bahwa misalnya tahun 2017, berarti 2017 + 2697 = 4714 HE.

Jadi kalender ini sudah ada jauh sebelum zaman Guru Kongzi lahir pada Dinasti Zhou tahun 1046-256 BCE. Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan Imlek selalu berubah sesuai dengan kemauan dinasti yang berkuasa. Biasanya diambil adalah waktu berdirinya dinasti tersebut. Untuk sistem kalender Imlek adalah sistem kalender dinasti Xia. Sistem kalender tersebut dikenalkan kembali oleh Nabi Konghuchu yang hidup pada tahun 551-479 SM sehingga tahun pertama dari kalender Imlek tersebut dihitung mulai tahun kelahiran beliau, yaitu tahun 551 SM dikenal juga sebagai Kongzi Era (KE), dan hal tersebut berlangsung sampai sekarang. Jadi, perhitungan tahun 2017 adalah 2017 + 551 = 2568 adalah berdasarkan KE.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa Imlek berawal dari sebuah tradisi menyambut musim semi, dan tidak ada kaitannya dengan perayaan keagamaan manapun. Dengan demikian, Imlek pada prinsipnya boleh dirayakan oleh orang kristen, khususnya mereka yang berlatar belakang keturunan etnis Tionghoa.

Tetapi perlu kita kritisi juga, karena dalam perkembangannya acara perayaan Imlek akhirnya bukan hanya perayaan akan datangnya musim semi, tetapi juga diikuti oleh acara-acara lain.

Biasanya seminggu sebelum Tahun Baru Imlek, tepatnya pada tengah malam menjelang tanggal 24 bulan 12 Imlek dimulailah rangkaian pertama sembahyangan Tahun Baru Imlek atau kerap disebut Sin Cia yaitu Persembahyangan Toapekong, lazim juga disebut sebagai Sembahyang Dewa Dapur. Sembahyangan ini adalah prosesi mengantar Dewa Dapur untuk kembali ke Istana Giok dari Kekaisaran Langit untuk melaporkan segala tingkah laku manusia penghuni rumah itu kepada Kaisar Langit.

Biasanya beberapa hari menjelang tahun baru, masyarakat Tionghua sibuk membersihkan rumah dan mengecat baru pintu serta jendela. Ini dimaksud untuk membuang segala kesialan serta hawa kurang baik yang ada dalam rumah dan memberikan kesegaran dan jalan bagi hawa baik serta rejeki untuk masuk. Mereka juga mendekor rumah dengan hiasan yang terbuat dari guntingan kertas merah dan tempelan kata-kata berisi harapan, seperti kekayaan, panjang umur, kebahagiaan serta kemakmuran.

Sehari sebelum Sincia, tepatnya tanggal 30 bulan 12 Imlek, kembali diadakan upacara sembahyangan yang dikenal sebagai upacara Sembahyang Tutup Tahun. Sembahyangan ini khusus diadakan untuk menghormati dan memuliakan leluhur, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ungkapan rasa bakti anak terhadap para leluhur. Berbagai hidangan disajikan di depan altar. Idealnya, hidangan yang disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili 12 shio.

Pada malam tahun baru ini, akan ada jamuan makan malam yang dihadiri setiap anggota keluarga. Makanan khas yang disajikan adalah Jiao Zi atau semacam ronde. Setelah jamuan makan selesai, mereka akan bergadang semalaman dan membiarkan semua lampu menyala serta pintu rumah dibuka lebar-lebar agar rezeki bisa masuk ke rumah dengan leluasa.
Pada malam ini kebanyakan keluarga menunggu hingga jam 12 malam untuk menyambut tahun baru, menyalakan petasan dan kembang api untuk mengusir ‘nian’ mahluk jahat yang menurut legenda makan manusia. Suara keras petasan dipercaya menakuti si nian tadi.

Keesokan harinya, perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan dengan mengunjungi sanak keluarga dan tetangga untuk saling berdamai dan melupakan segala ketidak cocokan. Perayaan juga diikuti dengan tradisi membagi-bagi Angpao. Anak-anak akan menerima Angpao setelah mereka memberi hormat kepada orang tua dan sanak keluarga.

Di dalam perayaan Tahun Baru Imlek hidangan yang wajib adalah mie panjang umur atau siu mi dan arak. Ada pula kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis dan kue keranjang yang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah berada di puncaknya yang melambangan kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Lima belas hari sesudah Imlek, dilakukan sebuah perayaan yang disebut dengan “Perayaan Lentera” atau sering juga disebut dengan acara Cap Go Meh. Berbagai aneka bentuk lentera warna-warni dipasang dan tarian tradisional digelar untuk memeriahkan suasana. Seiring dengan perayaan ini Tahun Baru Imlek pun berakhir.

Melalui penjelasan diatas, maka tentunya kita bisa melihat ternyata ada bbrp acara dalam perayaan Imlek itu sendiri mengandung sembahyangan dimana tentunya untuk hal seperti ini pasti kita sebagai orang kristen tidak boleh ikut melakukannya.

Jadi pada intinya untuk perayaan ataupun kegiatan budaya semacam ini prinsip yang harus kita pegang adalah bahwa budaya haruslah dibawah otoritas Alkitab. Artinya jika ada yang bertentangan dengan Alkitab maka itu artinya tidak boleh dilakukan, tetapi jika budaya tersebut tidak bertentangan dengan Alkitab maka tentunya kita boleh melakukan / merayakannya.

Untuk contoh perayaan Imlek diatas, misal sembahyang leluhur ini tentu tidak boleh karena ini jelas bertentangan dengan Keluaran 20:3 (jangan ada padamu allah lain), tapi untuk perayaan Imleknya sendiri, dimana kita saling berkunjung ke orang yang lebih tua dan memberi hormat ke mereka dan bagi2 Angpao ke anak2 kecil, maupun perayaan akhir yaitu makan2 di acara Cap Go Meh, itu tentunya boleh kita ikuti karena tidak bertentangan dengan Alkitab.

Berikut ayat-ayat Firman Tuhan yang bisa menjadi pedoman :

Ef 5:10 dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan
I Tesalonika 5:21: Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik
Fil 2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus 

Jadi dalam melihat budaya apakah itu boleh atau tidak bagi kita untuk turut melakukan / merayakannya, maka hal yang harus kita lakukan adalah mengujinya dengan Firman Allah.

Gong Xi Fa Cai bagi anda yang merayakan !

No comments

Powered by Blogger.